Newest Post
// Posted by :Unknown
// On :Friday, 28 February 2014
Ada yang pernah mendengar sebuah ungkapan yang berbunyi ‘cogito ergo sum’? Mungkin tidak banyak. Tapi mungkin sudah banyak yang sudah mendengar ungkapan yang berbunyi ‘saya berpikir maka saya ada’. Ungkapan itu sama saja. Ungkapan yang dipopulerkan oleh Rene’ Descartes. Seorang pemikir sekaligus praktisi yang berasal dari Prancis.
Tahu apa yang dikerjakan oleh Plato yang berpuncak pada Hegel? Tahu juga apa yang dikerjakan oleh Heraklit hingga berpuncak pada Marx-Engels? Ya berpikir. ‘Cuma’ berpikir. Tapi buah pikiran merekalah yang bahkan sampai saat ini membelah manusia dalam 2 arus besar, terutama negara barat. Idealis dan materialis. Buah pikiran yang sampai sekarang masih diperbincangkan lalu diperdebatkan bersama bergelas-gelas kopi. Buah pikiran yang menjadi dasar lahirnya berbagai paham.
Tapi di sini kita tidak membicarakan tentang idealis dan materialis. Tapi berbicara tentang berpikir itu sendiri. Berpikir adalah sebuah titik, di mana titik inilah yang menjadi pembeda terbesar antara manusia dengan makhluk lainnya. Yang akhirnya terlihat jelas pada tingkatan perbuatan. Manusia berbuat, bertindak atas dasar pemikiran, sedangkan makhluk lainnya bertindak atas dasar insting. Karena itulah kehidupan manusia jauh lebih dinamis, setiap saat bisa berubah, ber-revolusi. Berbeda dengan mahkluk selain manusia, semuanya berjalan berdasarkan insting, yang sifatnya hampir statis, tidak banyak berubah dari awalnya. Pada awalnya manusia makan pisang, monyet juga. Sekarang monyet tetap makan pisang sedangkan manusia sudah makan pisang goreng, pisang cokelat, es pisang ijo, pisang kremes Pontianak, sale pisang. Tapi dengan pikirannya juga manusia membuat kerusakan. Bahkan jauh lebih merusak dari bencana alam sekalipun. Pada awalnya manusia dan monyet sama-sama makan dari hasil hutan. Sekarang manusia makan hutan sekaligus monyet-monyetnya!!!
Pikiran bagi manusia itu adalah anugrah terbesar. Banyak orang secara fisik dilahirkan kurang sempurna. Namun dengan anugrah pikiran yang dipergunakan sebaik-baiknya maka ketidak-sempurnaan fisik itu menjadi tidak berarti. Sebaliknya banyak manusia dilahirkan dengan segala kesempurnaan fisik namun karena tidak bisa menggunakan anugrah pikiran dengan sebaik-baiknya maka kesempurnaan fisiknya itupun menjadi sangat tidak berarti.
Ya karena memang pemikiran itu hidup sepanjang jaman, bahkan ketika badan sudah tidak lagi bersatu dengan raga. Karena pemikirannyalah manusia pantas dikenang sepanjang masa.
Berpikir adalah fitrah manusia. Tidak berpikir maka sama saja kita mensejajarkan diri dengan hewan, tumbuhan, benda mati. Melarang orang lain untuk berpikir sama saja menurunkan derajat manusia itu sendiri, artinya sama saja menurunkan derajat diri sendiri.
Ketika manusia berhenti berpikir, tidak mau berpikir, maka ketika itu manusia tidak ada…